Menjelang lebaran tahun 1995 saya mengantar Ibu Linna ke pasar tradisional.
Di situ saya melihat dua ibu pedagang kue gorengan yang lokasinya
berdekatan. Yang satu kuenya hampir habis, dan yang satu lagi masih
menggunung belum laku.
Tiba-tiba dari gunungan kue itu, ada
satu yang jatuh ke tanah yang kotor. Sang ibu mengambil dan menaruhnya
lagi di atas gunungan itu.
Loh?
– saya terperangah menyaksikan ibu yang dagangannya belum laku itu,
menaruh kembali kue gorengan yang jatuh ke tanah pasar yang kotor itu,
dan berharap akan ada orang yang membeli dan memakannya.
Hmm … saya jadi berpikir, apa saja hal-hal tidak amanah yang ibu itu mampu lakukan, karena dia pikir orang lain tidak tahu?
Jadi terpikir oleh saya, orang-orang baik yang berdoa untuk dijauhkan
dari masalah – akan dicegah membeli dari ibu itu, karena Tuhan tahu kue
itu kotor dan akan membuat jiwa-jiwa baik yang berdoa itu sakit.
Dan kelihatannya orang-orang yang berbelanja di pasar itu banyak yang
baik, sehingga mereka dituntun untuk membeli dari ibu yang satu, dan
tidak dari ibu yang tidak amanah itu.
Berdagang itu lebih cepat
terlihat dampak dari kebaikan kita daripada orang yang bekerja dengan
gaji yang tetap dan teratur. Orang yang berdagang akan merasakan dampak
dari kebaikan atau kesalahan – lebih langsung, karena rezeki mereka
terhitung harian.
Kalau pegawai - jujur atau tidak, rajin atau
malas, fokus bekerja keras atau suka bersantai -ria – mereka semua akan
menerima gaji pada tanggal yang sama. Tapi itu tidak berarti bahwa tidak
akan ada perhitungan yang adil bagi mereka besok atau nanti.
Kesimpulannya:
Rezeki disesuaikan dengan kebaikan orangnya.
Posting Komentar